06 Mei 2020
Industry Development
Revolusi Industri 4.0 Bukan “Pisau Bermata Dua”
Benua Eropa pernah menghadapi petaka akibat laju kemajuan teknologi. Ya, saat banyak orang merayakan “Revolusi Industri” yang terjadi selama abad 18 dan 19, ternyata diikuti banyak persoalan sosial dan ekonomi bermunculan.
Waktu itu, kemajuan teknologi dari manufaktur tekstil dengan ditemukannya berbagai mesin, disusul penemuan mesin uap telah mengusung cara produksi secara mekanik. Revolusi Industri yang memiliki episentrum di Britania Raya,mengganti penggunaan tenaga hewan dan manusia dengan mesin.
Efisiensi produksi berlangsung cepat. Selain ongkos produksi manufaktur bisa ditekan menggunakan mesin, efisiensi sektor transportasi pun diraih dengan kehadiran lokomotif dan kapal bertenaga uap.
Namun seketika, kondisi yang dipicu revolusi industri memunculkan banyak persoalan sosial dan ekonomi. Di tengah surplus produksi, pasar malah meredup seiring jatuhnya upah tenaga kerja karena membludaknya pengangguran. Eropa kala itu berangsur krisis. Beragam pergolakan sosial mendera kawasan “Benua Biru”. Belum terdapat langkah antisipatif dari sebuah kemajuan teknologi.
Di sisi lain, dunia kini tengah demam revolusi industri generasi keempat (IR 4.0). Kemajuan teknologi informatika memberikan imbas terhadap seluruh sektor kehidupan.
Era sekarang ini seakan membenarkan ungkapan Ekonom Thomas Friedman seolah “world is flat”. Globalisasi kian diperkuat dengan kemajuan teknologi informasi yang ditandai dengan penggunaan IoT (Internet of Things).
Dengan kekuatan komputerisasi serta koneksi internet, maka proses digitalisasi ikut mengubah gaya hidup masyarakat hingga proses bisnis dan manufaktur. Hal-hal konvensional dan tidak adaptif, terpapar disrupsi.
Gelombang serupa ikut menerpa sektor otomotif. Pabrikan otomotif telah mengembangkan banyak hal di tengah arus IR 4.0, mulai dari sisi produksi hingga penyematan teknologi digital terhadap produk.
Teknologi otomasi yang mengubah cara produksi menjanjikan efisiensi bagi pabrikan. Proses yang lumrah adalah penggunaan robot dalam produksi guna melipat gandakan volume serta memagkas waktu produksi.
Di arus yang sama, sektor otomotif berhasil mengarahkan teknologi digital ke arah automasi berkendara, mobil tanpa awak. Teknologi mutakhir lainnya yaitu pengembangan produk ramah lingkungan seperti kendaraan bermotor listrik.
Pada tataran global, tiap pabrikan berlomba-lomba merancang produk-produk canggih tersebut. Hal ini tentunya menghasilkan persaingan yang kian ketat antar pabrikan juga antar negara produsen.
Melihat gelagat tersebut, Pemerintah Indonesia sigap mempersiapkan landasan kemajuan bagi industri otomotif di dalam negeri. Selaku sektor manufaktur prioritas, industri otomotif diharapkan mampu mengarungi gelombang IR 4.0.
Sektor otomotif pun masuk dalam sasaran pengembangan peta jalan Making Indonesia 4.0. Harapannya, sektor otomotif bisa menjadikan Indonesia sebagai basis produksi yang mumpuni dalam penggunaan teknologi canggih.
Lebih jauh, pemerintah pun mendorong agar produsen merintis produksi kendaraan bermotor listrik (KBL) sebagaimana tren pengembangan otomotif global. Selanjutnya dengan dua poin krusial yakni penggunaan tekonologi senafas IR 4.0 dan KBL, pemerintah berharap bisa mendongkrak ekspor otomotif.
Dalam beberapa tahun belakangan, ekspor mobil utuh memang telah mencapai kisaran 300 ribu unit per tahun, tumbuh signifikan dibandingkan lima tahun lalu. Hal ini cukup menggembirakan mengingat saat bersamaan pasar domestik mengalami stagnasi.
Sebaliknya, sebagai pelajaran terhadap revolusi industri abad lampau, selayaknya hasrat mengejar kemajuan teknologi IR 4.0 harus dibarengi dengan kematangan manufaktur serta langkah antisipatif. Sektor otomotif merupakan salah satu sektor yang menyerap banyak tenaga kerja, mengingat panjangnya rantai pasok.
SDM sebagai Pusat Perubahan
Industri otomotif di Indonesia punya pengalaman panjang, tidak terkecuali Toyota. Pembangunan manufaktur mulai dari pabrik, pengembangan pemasok lokal, hingga hulu hilir telah berhasil digarap.
Lebih jauh, sebagai penanda penerapan teknologi tinggi, selama inipun pabrikan telah menjalankan, mulai dari Research and Development (RnD) sampai ke bagian produksi kendaraan telah dirancang secara komputerisasi dan memanfaaatkan koneksi internet. Sebenarnya, penggunaan teknologi mutakhir tersebut guna menunjang keandalan sistem produksi yang nir cacat, serta menjamin kualitas produk yang prima tanpa mengesampingkan faktor keselamatan pekerja.
Bagi Toyota penerapan IR4.0 bukan berarti memangkas daya penyerapan tenaga kerja lalu digantikan dengan teknologi robotik. Justru, penguatan sisi SDM yang “melek” teknologi sehingga menjadi pusat perubahan (center of transformation) merupakan kunci keberhasilan penerapan IR4.0.
Toyota meyakini bahwa IR4.0 merupakan wahana untuk mencapai efisiensi serta produktivitas yang lebih baik lagi.
Man behind the gun, tetap merupakan sasaran peningkatan kualitas yang dilakoni Toyota Indonesia. Semangat serupa ditularkan kepada banyak pihak, khususnya yang terlibat dalam rantai pasok produk Toyota Indonesia.
Adapun beberapa keahlian baru yang disematkan dalam upaya pengembangan SDM di Toyota guna menjawab tantangan implementasi IR4.0 antara lain adalah artificial intelligent, connectivity, hingga cloud computing.
IR4.0, SDM, People Development, Revolusi Industri